Internet Masuk Sekolah : Positif atau Negatif ?
Salah satu perusahaan telekomunikasi raksasa di Indonesia kembali meluncurkan program untuk pendidikan. Mereka memberi nama program tersebut “Indonesia Belajar�. Seragam dengan Depdiknas yang meluncurkan Jardiknas tahun lalu, kemudian beberapa perusahaan telekomunikasi lain yang sudah meluncurkan hal yang sama.
Program-program berbau teknologi ini berbentuk pengadaan komputer, jaringan telekomunikasi dan software. Sekolah-sekolah diberi fasilitas untuk menggunakan multimedia karena software dan hardware telah disediakan. Dampaknya, siapapun, baik itu guru, kep ala sekolah, murid, staf TU, bahkan penjaga sekolah akan memiliki akses mengendus informasi dunia.
Positifkah atau negatifkah efek yang akan dilahirkan dari konsumsi teknologi ini.
Pertama yang ingin penulis cermati adalah, Information Technology Has No Filter. Informasi apapun dan dari manapun dapat diakses tanpa melihat batasan usia. Bisa saja sebuah situs mensyaratkan batasan usia tertentu, tetapi identitas dapat dengan mudah dipalsukan. Anak-anak usia sekolah sangat mudah masuk ke dalam situs-situs dewasa tanpa hambatan. Efek negatifnya, peluang pornografi, gaya hidup konsumtif, rokok, juvenille delinquncy dapat masuk melalui internalisasi informasi dengan sangat mudah. Bahkan hanya dengan satu kali, Klik !
Kedua, Information Need No Supervision. Apakah guru dan orang tua bisa mengawasi informasi apa saja yang diakses oleh anak-anaknya selama 24 jam ? Yang lebih serius lagi adalalah apakah orang tua dan guru peduli mengenai informasi apa saja yang diakses oleh anak-anaknya ? Biasanya alasan tidak punya waktu karena sibuk dengan pekerjaan akan menjadi alasan utama.
Ketiga, anak belajar melalui model. Model apa saja bisa didapatkan melalui kotak ajaib yang sudah tersambung dengan kabel internet. Voila ! Anak bisa mencontoh apa saja yang dia inginkan.
Tanpa menafikan sisi positif dari kecepatan teknologi informasi, sebaiknya program-program yang bersifat speed access to technology dipertimbangkan dengan matang. Masalahnya, negara ini masih berkutat pada masalah-masalah guru yang tidak berkualitas, orang tua yang tidak peduli dan sekolah yang korup. Belum ada jaminan sistem atau setidaknya proses pengawasan penggunaan teknologi informasi di kalangan pelajar.
Pembaca bisa membayangkan apa yang terjadi ketika teknologi masuk ke dalam sekolah dalam kondisi guru-guru tidak siap alias gaptek tidak bisa menggunakan teknologi yang disediakan. Butuh waktu untuk mempersiapkan teknis dan mental guru-guru untuk mentransfer ilmu dan nilai kepada murid-muridnya. Sementara, anak-anak di masa sekarang sudah demikian cepat dapat belajar dan beradaptasi dengan jaringan internet. Mampukah guru menjadi pengarah dan pengawas tanpa bila mereka tidak memiliki kompetensi yang cukup?
Artinya, dropping pengadaan peralatan teknologi informasi harus dibarengi pula dengan pembekalan-pembekalan terhadap user. Bukan hanya memberikan barang secara fisik, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai yang hendak diusung ke dalam program.
Menjadi user teknologi bukan hanya persoalan teknis semata, melainkan persoalan menggunakan olahan ilmu pengetahuan untuk kebaikan kehidupan umat manusia.
Saya tidak membenci teknologi informasi, karena sebagai pengguna saya merasa mendapat banyak manfaat dalam berbagai aspek kehidupan. Yang saya maksudkan adalah kesiapan user dan kesadaran pemanfaatan hal-hal positif, terutama dalam bidang pendidikan.
Seperti ketika seorang anak sedang belajar berjalan, pastinya ia tidak tiba-tiba dipakaikan Roller Scate, tapi mulai dulu belajar menggunakan sendal dan sepatu dibimbing oleh orang tuanya.
Ketika, internet masuk sekolah, guru dan perangkat pendidik terlebih dulu disiapkan, mengerti seluk beluk dan mahir menggunakannya sebelum diberikan kepada murid-murid. Karena guru adalah pembimbing para pelajar.
Siapa yang jadi pembimbing guru ? Menurut saya, seluruh provider dan penyelenggara bantuan peralatan teknologi informasi bertanggung jawab untuk membina dan melatih guru-guru dalam penggunaan teknologi, agar guru-guru mampu memberdayakan teknologi, bukan sebaliknya diperdaya oleh teknologi.